Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Festival Cheng Beng: Kremasi Sudah Dilakukan Sejak Zaman Kuno

image-gnews
Tempat sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES
Tempat sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Festival Cheng Beng adalah saat di mana masyarakat Tionghoa melakukan sembahyang atau ziarah ke makam para leluhurnya.

Festival Cheng Beng yang tahun ini puncaknya jatuh pada 5 April 2018, juga mengingatkan kita pada sebuah ritual proses pemakaman.

Proses pemakaman menjadi sebuah ritual religius kembalinya ruh diri kepada Yang Maha Kuasa. Heterogenitas dalam kehidupan tergambar oleh beberapa opsi dalam proses pemakaman. Salah satunya adalah kremasi. Di Indonesia sendiri, stereotip kremasi melekat dengan budaya Bali. Menunjukkan proses pembakaran jenazah merupakan suatu prosesi yang sangat sakral.

Baca juga: Festival Cheng Beng Saatnya Mengingat Leluhur, Puncaknya 5 April

Dilansir dari situs Death Reference, kremasi adalah proses pembakaran seluruh tubuh manusia hingga pada bagian tubuh yang paling lunak. Sisa kerangka dan abu jenazah biasanya digunakan untuk proses upacara keagaman, upacara kepada jenazah dan upacara kepada abu setelah jenazah dibakar. Seorang ahli antropologi, Robert Hertz, menggambarkan upacara kremasi ke dalam dua fase pemakaman. Fase pertama adalah fase ‘basah’, yang merupakan proses perawatan dan pembusukan jenazah sebelum dibakar. Fase kedua adalah fase ‘kering’, yaitu proses pengurusan abu jenazah setelah dibakar.
Prosesi pembakaran simbolis harta benda untuk bekal leluhur pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Perbedaan antara pemakaman dengan kremasi dan penguburan adalah kecepatan transformasi jenazah. Dengan dibakar (kremasi), proses penghancuran jenazah memakan waktu tidak lebih dari dua jam. Sedangkan, dengan penguburan akan memakan waktu berbulan-bulan, dipengaruhi oleh faktor metode yang digunakan juga kondisi tanah sekitar penguburan.

Berikut ini 3 hal utama tentang kremasi yang dirangkum dari berbagai sumber:

1. Kremasi dilakukan sejak zaman kuno
Terdapat bukti arkeologi yang menunjukkan ritual kremasi dari zaman kuno. Pada zaman kuno klasik, kremasi dikaitkan sebagai metode pemakaman militer sesuai dengan penghargaan yang diberikan kepada tentara tewas. Keterkaitan ini dijelaskan dalam Iliad dan Odyssey Homer, yang merupakan dua sastra tertua Yunani berisi puisi penggambaran perang Troya. Baca: Stephen Hawking Dikremasi, 11 Tokoh Dunia Ini pun Pilih Kremasi

Pelukis Prancis abad ke-17, Nicolas Poussin menggambarkan kremasi dalam sebuah cerita klasik lain dengan karya teranyarnya, The Ashes of Phocion. Dalam karya lukisannya ini, Nicolas memperlihatkan sosok istri yang dengan setia mengumpulkan abu dari suaminya, seorang pemimpin perang yang dipermalukan sehingga mendapatkan proses ritual kremasi yang tidak layak.
ilustrasi kremasi di India (Pixabay.com)

Berbeda halnya dengan ritual kremasi pada Raja Romawi Kuno. Ritual pembakaran dilakukan sekaligus dengan pelepasan seekor elang diatas api unggun yang membakar jenazah Raja. Hal ini menjadi simbol atas pendewaan dan pelepasan roh kaisar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Alasan pergeseran ritual pemakaman dari kremasi menjadi penguburan tidak diketahui secara jelas. Kemungkinan yang dikemukakan para ahli adalah adanya faktor perubahan gaya atau bahkan ketersediaan kayu untuk kepentingan ritual.

2. Kremasi sebagai metode
Ritual kremasi berkembang tidak hanya sebagai sebuah kebiasaan dalam aspek sosial. Dalam medan perang, kremasi digunakan untuk mempercepat pengurusan jenazah tentara yang tewas karena musuh, atau ketika wabah besar dari penyakit yang menewaskan ribuan hingga jutaan orang seperti peristiwa Black Death pada abad ke-17.

Penggunaan ritual kremasi terkejam sepanjang sejarah kehidupan manusia yaitu saat zaman Holocaust. Holocaust merupakan peristiwa pembantaian massal skala besar di bawah rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler. Secara sistematis, Hitler membunuh sekitar enam juta orang Yahudi, baik laki-laki, wanita bahkan anak-anak, di Eropa dari tahun 1941 hingga 1945. Tidak hanya orang Yahudi, orang-orang Gipsi, homoseksual dan orang yang memiliki sakit mental juga termasuk ke dalam pembantaian ini karena menurut Hitler tidak dapat diterima secara budaya pada pemerintahannya.

2. Kontradiksi metode kremasi
Dengan meningkatnya dominasi Kekristenan di Eropa setelah abad kelima, kremasi secara bertahap ditinggalkan dan diganti dengan metode penguburan sebagai simbol penguburan serta kebangkitan Kristus. Charlemagne, salah satu Kaisar Romawi merubah metode kremasi pada tahun 789 M. Tahun 1658, Sir  Thomas Browne memperkenalkan hydriotaphia, sebuah wacana penguburan menggantikan metode kremasi.  Dan para revolusioner Prancis juga mendorong wacana bahwa kremasi merupakan teguran dari ajaran kekristenan di tahun 1790-an. Orang-orang Kristen menganggap kremasi sebagai simbol penyembah berhala dan merupakan budaya Yahudi.
ilustrasi kremasi penaburan abu jenazah (Pixabay.com)

Akhir abad ke-20, ada sedikit kekhawatiran dari masyarakat terhadap efek merugikan emisi gas rumah kaca dan industri. Penerapan undang-undang yang lebih ketat juga terjadi kepada ritual kremasi terkait proses pembakarannya.

3. Kremasi di zaman sekarang
Praktik tradisional kremasi menempatkan sisa-sisa abu jenazah di guci atau wadah lain, dan kemudian menyimpannya di columbaria (bangunan sebagai tepat penyimpanan wadah abu jenazah). Baca: Bekerja Jauh dari Anak? Intip Tips Ahli Agar Keluarga Tak Ricuh

Seiring perkembangan zaman, praktik kremasi melahirkan tradisi baru. Dimana para anggota keluarga yang ditinggalkan, memindahkan abu jenazah yang dikremasi di simpan di krematorium kemudian meletakkan atau menyebarkan abu tersebut ke lokasi tertentu. Entah pegunungan, sungai, kebun, atau tempat rekreasi dan liburan yang menjadi lokasi pilihan atau kesukaan dari almarhum. Tujuan penyebaran ini untuk mengakui bahwa almarhum telah menghabiskan waktu yang menyenangkan dan berkesan selama di dunia dan telah kembali ke Tuhan.

DEATH REFERENCE | CREMATION ASSOCIATION

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Rujak Uleg Surabaya yang Tak Sekedar Festival

1 jam lalu

Peserta membuat rujak uleg dalam porsi besar saat Festival Rujak Uleg di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu, 19 Mei 2024. Festival makanan khas Surabaya yang diikuti berbagai komunitas, perhotelan dan lain-lain itu untuk menyambut Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731. ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Rujak Uleg Surabaya yang Tak Sekedar Festival

Pemerintah Kota Surabaya menggelar Festival Rujak Uleg 2024 di Balai Kota, Ahad pagi, 19 Mei 2024.


Dekat dengan Kedua Anak, Ruth Sahanaya Tidak Gengsi Minta Maaf Bila Salah

3 hari lalu

Penyanyi, Ruth Sahanaya. Foto: Instagram/@mamauthe
Dekat dengan Kedua Anak, Ruth Sahanaya Tidak Gengsi Minta Maaf Bila Salah

Ruth Sahanaya menceritakan kedekatan hubungannya dengan kedua putrinya, Nadine Emanuella Waworuntu (28) dan Amabel Odelia Waworuntu (23).


Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

6 hari lalu

Massa merusak dan membakar mobil saat kerusuhan di Jalan Hasyim Ashari, Jakarta, 14 Mei 1998. Sejak kerusuhan meletus pada Rabu (13/5/1998), suasana Jakarta masih mencekam. Pada 14 Mei 1998, kerusuhan dan penjarahan melanda Ibu Kota negara, yang menyebabkan banyak WNI etnis Tionghoa mengungsi ke luar negeri.  dok.TEMPO/Bodhi Chandra
Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

Selama 4 hari lebih, kerusuhan Mei 1998 menghantam berbagai kota di Indonesia termasuk Jakarta dan Solo, mengguncang masyarakat, bahkan memicu trauma


Mengenal Kitaro, Komponis Jepang yang akan Tampil di Rainforest World Music Festival

10 hari lalu

Kitaro. YouTube
Mengenal Kitaro, Komponis Jepang yang akan Tampil di Rainforest World Music Festival

Rainforest World Music Festival akan dimeriahkan Kitaro, komponis peraih Grammy


Jaksa KPK Akan Panggil Keluarga Syahrul Yasin Limpo di Persidangan untuk Konfirmasi Temuan

10 hari lalu

Terdakwa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengikuti sidang lanjutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024. Sidang ini beragenda pemeriksaan keterangan saksi yakni empat pejabat di Kementerian Pertanian yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan dalam pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian. TEMPO/Imam Sukamto
Jaksa KPK Akan Panggil Keluarga Syahrul Yasin Limpo di Persidangan untuk Konfirmasi Temuan

Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menyebut institusinya akan menghadirkan keluarga bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai saksi.


Netanyahu Dipaksa Mundur oleh Demonstran Israel dalam Upacara Peringatan Holocaust

13 hari lalu

Massa mengacungkan boneka kepala PM Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Amerika Joe Bidden, dan PM Inggris Rishi Sunak saat aksi hari Al Quds di Jalan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, 5 April 2024. Massa aksi dari Youth's Empathy & Solidarity ini menyerukan lawan zionisme internasional serta stop genosida rakyat Palestina. TEMPO/Prima Mulia
Netanyahu Dipaksa Mundur oleh Demonstran Israel dalam Upacara Peringatan Holocaust

Seorang pria mendesak Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu untuk mundur dalam upacara Hari Peringatan Holocaust


Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

14 hari lalu

Bendera Jepang dan Indonesia. Shutterstock
Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

Festival Hakata Dontaku adalah festival kesenian dan budaya terbesar di Fukuoka Jepang. Indonesia menampilkan angklung, tari Bali, dan tari Saman


Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

19 hari lalu

Pemain saksofon dari grup musik jazz asal Belanda Henk Kraaijeveld Quintet, Yoran Aarssen saat tampil di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa 1 Agustus 2023. Penampilan grup musik jazz asal Belanda yakni Henk Kraaijeveld Quintet digelar dalam rangka melakukan tur di Indonesia. Henk Kraaijeveld Quintet membawakan sejumlah lagu dan aransemen musik yang bernuansa petualangan, balada maupun jazz modern. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

Tanggal 30 April diperingati sebagai Hari Jazz Sedunia. Bagaimana kisah musik Jazz sebagai perlawanan?


Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

28 hari lalu

Ilustrasi keluarga memasak bersama. Freepik.com
Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

Hari Kartini merupakan momentum refleksi masih banyak persoalan terkait perempuan dan anak. Ini harapan sosiolog.


13 Bom di Jakarta Menerima Penghargaan Ho Chi Minh City International Film Festival

30 hari lalu

Putri Ayudya sebagai Karin saat berlaga aksi dalam film 13 Bom di Jakarta. Visinema
13 Bom di Jakarta Menerima Penghargaan Ho Chi Minh City International Film Festival

Film 13 Bom di Jakarta menerima dua penghargaan bergengsi dari Ho Chi Minh City International Film Festival